Type Here to Get Search Results !

Orang Tua Jepang Cari Pasangan untuk Anak Dewasa Melalui Pertemuan Omiai

 



Di Osaka, Jepang, sekitar 60 orang tua berkumpul untuk sebuah acara perjodohan tak biasa yang disebut "omiai" untuk mencari pasangan yang cocok bagi anak dewasa mereka yang masih lajang. Para orang tua berusia 60-an, 70-an, dan 80-an ini ingin membantu anak-anak mereka menemukan cinta dan memulai keluarga di tengah menurunnya tingkat pernikahan dan kelahiran di Jepang. Setiap orang tua telah membayar 14.000 yen ($96) untuk menghadiri acara ini yang diselenggarakan oleh Asosiasi Orang Tua Informasi Lamaran Pernikahan.


Jepang menghadapi tantangan demografis, termasuk penurunan jumlah penduduk, pernikahan yang lebih sedikit, dan kelahiran yang lebih sedikit. Pada tahun 2021, jumlah pernikahan yang terdaftar mencapai angka terendah setelah Perang Dunia II sebesar 501.116, dengan pasangan menikah pada tahap hidup yang lebih lanjut. Tingkat fertilitas negara itu juga turun menjadi rekor terendah sebesar 1,3, jauh di bawah 2,1 yang diperlukan untuk menjaga jumlah penduduk tetap stabil. Trend ini memiliki dampak serius terhadap pembiayaan perawatan kesehatan dan pensiun bagi populasi yang menua dengan jumlah pembyiaya muda yang semakin berkurang.


Orang tua Jepang semakin banyak berpartisipasi dalam acara perjodohan untuk membantu anak dewasa mereka menemukan pasangan, karena tantangan ekonomi, jam kerja yang panjang, dan ekspektasi sosial membuat sulit bagi para pemuda untuk menikah. Faktor ekonomi, seperti upah yang stagnan dan biaya hidup yang tinggi, telah membuat sulit bagi anak-anak muda untuk memulai keluarga. Budaya kerja Jepang, dengan jam kerja yang panjang dan keseimbangan antara kerja dan kehidupan yang terbatas, lebih mempersulit pembentukan hubungan.


Selain tekanan ekonomi, peran gender tradisional masih berlanjut, dengan perempuan sering diharapkan untuk memprioritaskan perawatan bahkan ketika mereka mengejar karir. Upaya pemerintah untuk mendorong pria agar lebih banyak berpartisipasi dalam kehidupan keluarga telah menuai kesuksesan yang bervariasi.


Orang tua yang menghadiri acara perjodohan ini membawa kuesioner yang telah diisi tentang anak dewasa mereka, termasuk pekerjaan dan preferensi mereka. Para orang tua juga membawa foto profil anak-anak mereka. Agensi perjodohan memperkirakan bahwa sekitar 10% dari pasangan yang dibentuk melalui acara ini mengarah ke pernikahan, meskipun angka sebenarnya bisa lebih tinggi karena para orang tua tidak selalu memberi tahu agensi mengenai perkembangan hubungan anak-anak mereka.


Meskipun ada tantangan, orang tua tetap berharap bisa menemukan pasangan yang cocok bagi anak dewasa mereka dan, pada akhirnya, menyambut cucu ke dalam hidup mereka. Meskipun upaya perjodohan ini dianggap sebagai sesuatu yang tidak konvensional, mereka mencerminkan dinamika berubahnya cinta dan pernikahan dalam masyarakat Jepang yang terus berkembang.